Kamis, 29 Desember 2011

Agar Shalat Menjadi Lebih Khusyu'

Shalat mencegah kemaksiatan dan kemungkaran

Ibadah paling mulia yang merupakan jalan menuju sorga adalah shalat. Amalan pertama yang akan dihisab di hari kiyamat nanti adalah shalat. Jalan terbesar yang merupakan perantara menuju kesucian hati dan jiwa adalah shalat.
 
Betapa penting dan berharganya shalat hingga Allah SWT menjadikannya sebagai upaya dalam memperdalam arti kehamba'an atau ubudiah dan juga sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada penciptanya. Meskipun secara lahir shalat adalah berupa dzikir, ruku', sujud, berdiri, dan duduk saja, akan tetapi dia bukanlah sekedar itu. Disana terdapat makna yang lebih berarti dari pada hal itu. Sebuah kunci yang membuatnya menjadi berharga lebih dari mutiara dan perhiasan dunia lainnya. Sebuah pintu untuk menuju kesempurna'an shalat hingga orang yang melakukannya dapat memasuki surga Allah SWT yang paling tinggi. Kunci dan pintu tersebut adalah khusyu'. Hanya kekhusyu'anlah yang membuat shalat kita menjadi lebih berharga dan bermakna.
 
Untuk mencapai kesempurna'an dalam shalat, bukanlah dengan melakukan syarat dan rukun yang terlihat oleh mata saja, akan tetapi hendaklah hati dan anggota badan kita bersama-sama saling membantu dalam mencapai kesempurna'an itu. Jika kedua hal tersebut telah kompak dalam bekerja sama membangun kesempurna'an, maka barulah shalat ini bisa menjadi pembersih jiwa yang dapat mencegah seseorang untuk melakukan kejahatan dan kemungkaran. Seseorang yang dapat mencapai kesempurna'an tersebut niscaya dia akan terbebas dari perbuatan ujub dan  kebohongan, bahkan shalat ini dapat mencegah perbuatan kemungkaran lainnya, karena Allah SWT telah berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر[العنكبوت:45]

"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran". Qs Al-Ankabut :45

Maha benar Allah SWT yang telah menciptakan shalat sebagai alat untuk mencegah kekejian dan kemungkaran, serta perantara menuju kesucian jiwa dan jalan menuju kebersihan hati. Bagaimana tidak? Dalam shalat terdapat adab-adab tertentu yang sangatlah penting agar mendapatkan kehusyu'an tersebut. adab tersebut ada yang berupa gerakan yang disebut dengan rukun dan syarat-syarat shalat dan juga kesunahan shalat. Ada juga yang berupa batin yang disebut dengan kekhusyu'an. Jika seseorang berhasil melaksanakan shalat dengan penuh khusyu' –tentunya dengan menyempurnakan rukun, syarat serta sunahnya- niscaya dalam shalat dia akan menemukan makna-makna tertentu, yang makna tersebut pasti akan mencegah dia dari perbuatan keji dan mungkar.   

Makna khusyu' dan fadhilahnya

Khusyu' adalah sebuah ilmu yang sangat penting dalam melakukan shalat. Khusyu' menurut ahli
tafsir ada tiga makna, makna pertama; khusyu' merupakan perbuatan hati seperti takut serta (rahbah). Arti kedua: khusyu' merupakan perbuatan anggota badan seperti menundukkan kepala tenang, serta tidak menoleh kesana-sini ketika sedang melakukan shalat, makna ketiga: khusyu' merupakan perbuatan hati dan juga anggota badan, jadi seorang belum dikatakan khusyu' sebelum memenuhi syarat lahir dan batin. Secara lahir seperti menundukkan kepalanya menujukan pandangannya ketempat sujud dan tidak menengok kesana-sini. Secara batin seperti dengan tidak menolehkan hatinya kepada selain Allah SWT, takut serta menghadirkan hati sepenuhnya kepada Allah SWT semata. Makna yang ketiga inilah yang dimaksud dalam pembahasan ini. Khusyu' Dikatakan sebagai ilmu karena Rasulullah SAW telah bersabda:

(( أول علم يرفع من الأرض الخشوع )) رواه الطبراني

"Ilmu pertama yang akan diangkat dari bumi adalah khusyu'"

Dikatakan sebagai ilmu juga karena khusyu' adalah sebagai lambang utama orang-orang yang beruntung, sebagaimana dalam firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)[المؤمنون:1-2]

"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu' dalam shalatnya" Qs
Al-Mu'minun: 1-2

Juga karena orang yang mempunyai kekhusyu'an dalam shalatnya merupakan orang yang telah
diberi kabar gembira oleh Allah SWT sebagaimana  dalam firman-Nya:

وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) [الحج: 34-35].

"Dan sampaikanlah (muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah SWT, yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan shalat, dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang kami karuniakan kepada mereka". Qs Al hajj :34-35

Jika khusyu' adalah seperti yang telah Allah firmankan dalam ayat di atas, itu artinya jika seseorang kehilangan sifat ini maka hatinya telah terpecah-belah dan rusak, begitu juga keada'annya. Karena kadar kebaikan atau kerusakan hati seseorang dapat dilihat dari kekhusyu'annya.

وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ )) رواه البخاري ومسلم

"Dan sesungguhnya didalam diri manusia terdapat segumpal darah, jika dia baik niscaya badannya semua akan ikut baik, dan jika dia telah rusak maka dirinya akan rusak, bukankah dia adalah hati". H.R Bukhori dan Muslim

Khusyu' merupakan salah satu lambang utama kebersihan hati. Jika saja ilmu khusyu' ini telah diangkat maka itu artinya bahwa hati orang-orang muslim telah rusak, kekhusyu'an tidak akan hilang kecuali ketika hati seseorang telah terkalahkan oleh penyakit-penyakit hati dan perbuatan-perbuatan keji seperti cinta dunia serta berlomba-lomba untuk mendapatkannya.

Disa'at hati seseorang telah terkalahkan maka dia tidak akan bisa melihat akherat. Ketika manusia sampai pada derajat ini, maka tiada seorang muslimpun yang mempunyai akhlak baik.
Hilangnya kekhusyu'an dalam diri seseorang merupakan satu tanda akan kematian hati, sehingga nasehatpun tak dapat merubahnya, karena hawa nafsu telah mengalahkannya. Bisakah anda membayangkan bagaimana keada'an orang tersebut? ketika hawa nafsu telah mengalahkan dirinya, nasehat dan peringatanpun tidak ada guna. Ketika itu syahwat-syahwat telah mengalahkannya diibaratkan syahwat-syahwat tersebut telah mendirikan pasar perlomba'an kemewahan, kemenangan, harta, serta syahwat duniawi dalam diri orang tersebut.

Khusyu' merupakan sebuah ilmu sesuai nash hadist yang telah disebutkan di atas, ilmu ini sedikit orang yang dapat mendapatkannya, maka jika salah satu dari anda ada yang mendapatkan ilmu kekhusyu'an ini, maka hendaklah anda mendekati seorang tersebut, karena dia adalah seorang yang benar-benar alim, ini adalah sebagai tanda bahwa dia adalah ulama' akherat seperti yang difirmankan oleh Allah:

إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)[الإسراء:107-109]

"Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila(Al-Qur'an) dibacakan kepada mereka, merekamenyungkurkan wajah bersujud, dan mereka berkata Maha Suci Tuhan kami; sungguh janji tuhankami pasti dipenuhi " Qs Al-Isra' : 107-109
  
Apakah Khusyu' termasuk syarat shalat?

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)[طه:14]

"Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku (Allah SWT)"

Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada kita agar mendirikan shalat dengan tujuan untuk mengingat-Nya, Dalam Ilmu Usul fikih perintah secara mutlak menandakan bahwa perintah itu wajib dilaksanakan, selama tidak ada keterangan dari dalil lain bahwa perintah itu bukan termasuk hal yang diwajibkan. Dalam Ayat ini Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar mendirikan shalat untuk mengingat-Nya, sedangkan melalaikan merupakan kebalikan dari mengingat. Orang yang lalai pada semua bagian dari shalatnya apakah bisa dinamakan mendirikan shalat untuk mengingat Allah SWT? Tentu saja tidak, bukan...? Dalam sebuah Ayat disebutkan:

وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ (205)[الأعراف:205]

"Dan janganlah kamu menjadi orang yang melalaikan". (Q.S. Al A'raf)

Dalam ayat ini Allah telah melarang kita untuk menjadi orang-orang yang lalai, sedangkan dalam Ilmu usul fikih, larangan secara dzahir menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan haram. Maka melalaikan Allah SWT dalam shalat merupakan hal yang terlarang. Allah juga berfirman dalam Al-Qur'an, ketika melarang orang yang mabuk untuk mengerjakan shalat dengan alasan:

حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ[النساء:43]

"Hingga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan"

Seorang yang mabuk, dilarang oleh Allah SWT untuk mengerjakan shalat, dengan alasan bahwa orang mabuk tidak tahu apa yang dia ucapkan. Ini berarti orang yang shalat harus tahu serta sadar dengan apa yang dia ucapkan dengan kata lain: orang yang shalat harus selalu mengingat Allah SWT. Termasuk Orang yang tidak mengetahui apa yang dia ucapkan, orang yang lalai yang dikalahkan oleh gangguan pikiran dunia. Sedangkan Rasulullah SAW telah membatasi shalat bahwa shalat itu adalah merendah-rendahkan diri serta menundukkan pandangan, sebagaimana dalam sabda Nabi:

"إنما الصلاة تمسكن وتواضع".

Berapa banyak orang yang sering mendirikan shalat akan tetapi dia tidak memperoleh kecuali hanyalah capek serta lelah saja? - Sebagaimana dalam sabda Rasul – yang dimaksud adalah orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Ini menunjukkan bahwa maksud dari shalat itu bukan hanya gerakan badan saja, akan tetapi harus disertai dengan  kekhusyu'an batin, karena orang yang melakukan shalat diibaratkan dia sedang membisikkan isi hatinya kepada tuhannya atau bermunajat kepada Allah SWT, sedangkan mengajak berbicara dalam keadaan lalai tidak dapat dinamakan membisikkan sesuatu atau munajat sama sekali.

Jelasnya, orang yang membayar zakat akan tetapi dalam keada'an lalai dan lupa bahwa ini adalah perintah Allah SWT, bisa kita sebut bahwa dia telah melawan hawa nafsu serta shahwatnya yang berupa cinta harta. Begitu juga puasa, dia adalah sebagai pemecah hawa nafsu serta pemecah kekuatan, tidak heran jika seorang yang melakukan puasa sehari penuh, akan tetapi dalam keada'an lalai sudah dikatakan bahwa dia telah melaksanakan kewajiban tersebut. Begitu juga haji beserta rukun-rukun dan amalannya yang berat. Orang yang telah melaksanakan haji beserta amalannya yang berat telah menunaikannya meskipun dia tidak mengingat Allah SWT ketika menjalankan amalan haji tersebut. Akan tetapi lain dengan shalat, seseorang tidaklah diwajibkan didalamnya kecuali hanyalah dzikir, membaca, ruku', sujud, berdiri serta duduk saja. Dzikir disini yang dimaksud adalah percakapan bersama Allah SWT. Tujuan dari dzikir disini mungkin saja merupakan percakapan bersama Allah SWT atau hanya huruf serta suara saja untuk menguji lidah kita.

Tidak diragukan lagi bahwa maksud atau tujuan yang kedua ini adalah tertolak, karena menggerakkan lidah untuk mengucapkan sesuatu yang tidak bermakna sangatlah mudah sekali dilakukan orang dalam keadaan lalai, juga tidak ada sulitnya dari segi perbuatan lisan. Padahal dalam setiap ibadah Allah SWT memberikan suatu ujian kepada manusia. Akan tetapi maksud dari dzikir ini adalah percakapan bersama Allah SWT atau kata-kata dari segi ucapannya. Seseorang tidak dinamakan berbicara kecuali jika dalam hatinya mengerti akan apa yang dia ucapkan, tidaklah bisa seseorang mengerti apa yang diucapkan kecuali dengan hadirnya hati. Maka layakkah kita meminta sesuatu kepada Allah SWT ketika mengucapkan:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)

"Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus"

Jika hati kita dalam keada'an lalai? Jika yang dimaksud dari dzikir ini bukanlah merendahkan diri serta berdo'a, maka tugas berat apa yang diujikan Allah kepada kita dalam menggerakkan lidah dalam shalat, jika kita dalam keada'an lalai? apalagi jika sudah terbiasa? Tidak diragukan lagi bahwa maksud dari baca'an dan dzikir disini adalah memuji Allah SWT, merendahkan diri serta meminta kepada-Nya, sedangkan maksud dari ruku' dan sujud disini adalah mengagungkan Allah SWT. Jika saja kita boleh mengagungkan Allah SWT dengan perbuatan, ketika kita dalam keada'an lalai, niscaya kita diperbolehkan untuk mengagungkan tembok yang ada di depan kita sedangkan kita dalam keada'an melalaikannya. Jika maksud dari ruku' dan sujud ini bukan untuk mengagungkan Allah SWT melalui gerakan badan, sedangkan gerakan ini hanya terdiri dari gerakan punggung, tangan dan kepala yang tidak memberatkan manusia sebagai ujian baginya, apakah pantas Allah SWT menjadikan gerakan tersebut sebagai tiang agama serta pemisah antara kekafiran dan islam? mengutamakan gerakan ini dari pada haji dan ibadah lain? Serta diwajibkan untuk membunuh siapa saja yang meninggalkan gerakan ini? Sungguh tidak mungkin jika maksud dari ruku' dan sujud ini hanyalah gerakan belaka, kecuali jika ditambah dengan satu maksud lain yaitu Munajat kepada Allah SWT. Karena munajat ini memang lebih didahulukan daripada Haji, puasa, dan zakat serta ibadah lainnya.

Telah dinukil dari Bisyir bin Al-Harist yang diriwayatkan oleh Abu Thalib dari Sufyan Tsauri bahwa sesungguhnya dia mengatakan: "Barang siapa tidak khusyu' shalatnya maka shalatnya telah rusak". Diriwayatkan juga dari Al-Hasan bahwa sesungguhnya dia mengatakan: "Setiap shalat yang tidak disertai hati yang hadir maka shalat itu menjadi lebih dekat dengan siksa'an". Dari Mu'adz bin Jabal: "Barang siapa sengaja melihat apa yang ada dikanan dan kirinya ketika shalat maka sesungguhnya dia bukan dalam keada'an shalat". Rasulullah SAW juga bersabda:

" إن العبد ليصلي الصلاة لا يكتب له نصفها. ولا ثلثها ولا ربعها ولا خمسها ولا سدسها ولا عشرها "

"Sesungguhnya ada seorang hamba yang shalat kemudian tidak tertulis baginya separohnya, tidak juga sepertiganya, tidak juga seperempatnya, tidak seperlimanya, seperenam, tidak pula sepersepuluhnya".HR An-Nasa'i,Abu Dawud dan Ibnu Hibban.

Abdul Wahid mengatakan: "Ulama' telah bersepakat bahwa seorang hamba tidaklah diwajibkan dalam shalat kecuali apa yang mereka mampu. Adapun apa yang telah dinukil dari Ulama' wara' dan dari Ulama' Ahli Akherat akan disyaratkannya khusyu' dalam shalat sangatlah banyak tak terhitung, akan tetapi yang lebih benar adalah sebaiknya kita merujuk kepada dalil syar'i serta hadist, meskipun Atsar perkata'an Ulama' Shaleh menunjukkan disyaratkannya khusyu' akan tetapi dalam hal fatwa diperkirakan sesuai dengan keada'an".

Khudhurul Qalb (kehadiran hati) merupakan ruhnya shalat, segala makhluk hidup yang takmempunyai ruh berarti dia telah mati, begitu juga shalat. Paling sedikit adalah ketika dalam takbir. Kekurangan Khudhurul Qalb dalam takbir ini menyebabkan rusaknya shalat, dengan menambahnya akan membuat ruh ini menyebar kedalam bagian-bagian shalat sehingga shalatpun menjadi lebih hidup. Betapa banyak sesuatu yang hidup dan tidak bergerak sedang dekat dengan kematian. Maka shalatnya orang yang lalai disemua bagian shalat kecuali dalam takbir maka laksana orang yang hidup yang takbergerak sama sekali, semoga Allah SWT melindungi kita dari hal tersebut.
 
Makna batiniyah yang menyempurnakan Ruh Shalat

Ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan dalam shalat disamping melaksanakan Rukun, syarat serta kesunahannya. Hal-hal tersebut sangatlah penting bagi orang yang ingin mencapai kesempurnaan dalam shalatnya, hingga dia dapat meneguk manisnya kekhusyu'an. Makna yang dapat menghidupkan ruhnya shalat ini mempunyai bermacam-macam ibarat. Akan tetapi kita mungkin meringkasnya menjadi enam ibarat saja seperti yang diutarakan oleh Imam Al-Gazali, yaitu: Khudhurul Qalb (kehadiran hati), Tafahum (pemahaman), Ta'dzim (mengagungkan), Haibah (rasa takut disertai dengan mengagungkan), Raja' (Harapan), Haya' (rasa malu). Marilah kita bahas tentang ke-enam hal ini secara lebih luas kemudian kita akan menyebutkan sebab-sebabnya.

Khudhurul Qalb (Kehadiran hati)

Yang dimaksud dengan hadirnya hati disini adalah mengosongkan pikiran kita dari selain apa yang kita kerjakan dan yang kita ajak bicara ketika sedang shalat. Maka hendaklah dalam shalat disertai dengan kesadaran bahwa dia sedang mengerjakannya, pikirannya juga tidak mengarah kemana-mana. Jika seseorang memikirkan selain apa yang sedang dia lakukan kemudian dia langsung memalingkan atau menorehkan pikirannya kepada apa yang sedang dia lakukan sedangkan dia dalam keadaan sadar bahwa dia sedang mengingat Allah SWT dan tidak melalaikan-Nya, maka dia telah mendapatkan  Khudhurul Qalb (Kehadiran hati)

At-Tafahhum  (Pemahaman)

Memahami makna dari apa yang sedang kita ucapkan merupakan makna dibelakang Khudzurul qalb, bisa saja seseorang mengucapkan kata-kata dengan hati yang hadir akan tetapi hatinya tidak memahami makna atau arti apa yang dia ucapkan. Mengetahui makna ucapan kita disertai dengan hati yang ingat itulah yang dimaksud dengan Tafahhum. Keada'an seseorang dalam kedudukan ini berbeda satu sama lain, karena seseorang mempunyai pemahaman yang berbeda dengan yang lainnya dalam memahami ayat Al-Qur'an dan tasbih dalam shalatnya. Berapa banyak makna halus yang difahami oleh seseorang ketika dia sedang dalam keada'an shalat, yang belum pernah dia temukan sebelumnya? Dari segi inilah dikatakan bahwa shalat mencegah perbuatan jahat serta kemungkaran, karena didalamnya dapat memberikan suatu pemahaman, tentu saja pemahaman itu mencegah seorang untuk berbuat jahat dan kemungkaran.

Ta'dzim (Memuliakan).

Memuliakan merupakan makna dibelakang Khudhurul Qalb dan Tafahhum; karena seseorang jika berbicara dengan budaknya dengan perkata'an yang dihadiri oleh hatinya dan dia memahami makna perkata'an itu, akan tetapi tidak disertai dengan memuliakannya,  jadi Ta'dzim merupakan sesuatu diatas Khudzurul qalb dan Tafahhum.

Haibah (Rasa takut)

Rasa takut merupakan makna diatas Khudhurul Qalb, Tafahhum dan Ta'dzim. Haibah merupakan rasa takut yang asalnya adalah Rasa Ta'dzim. Karena orang yang tidak takut tidak bisa dinamakan mempunyai sifat Haibah, sedangkan orang yang takut serigala serta kejahatan orang lain tidak bisa dikatakan mempunyai sifat Haibah. Akan tetapi takut kepada sultan atau raja itulah yang dinamakan Haibah. Maka Haibah merupakan rasa takut yang bersumber dari keagungan.

Raja'  (Berharap)

Tidak diragukan lagi bahwa Raja' merupakan suatu diatas yang lain. Betapa banyak orang yang takut kepada sultan atau raja serta memuliyakan mereka mempunyai rasa Haibah akan tetapi dia tidak mengharapkan pahala atau balasan dari raja atau sultan tersebut. Akan tetapi seorang hamba yang takut serta mengagungkan Allah SWT hendaklah mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana dia merasa akan adanya kekurangan yang ada dalam dirinya.

Haya'  (Malu)

Merupakan suatu diatas segalanya, karena hal ini bersumber dari perasa'an adanya kekurangan dalam diri seorang hamba, serta prasangka banyaknya dosa. Ta'dzim, Khauf dan Raja' dapat digambarkan dengan tanpa sifat malu yaitu dengan merasa bahwa dirinya masih kurang dan berbuat dosa.

Sebab-sebab lahirnya makna-makna tersebut

Ketahuilah...! bahwa Khudhurul Qalb sebabnya adalah cita-cita yang kokoh. Karena hati akan mengikuti cita-cita atau keinginan yang ingin kita gapai, maka hati tidak akan hadir kecuali kepada sesuatu yang kita inginkan. Baik anda menginginkan datangnya Khudhurul Qalb  atau tidak, jika anda sudah mempunyai keinginan maka Khudhurul Qalbpun akan datang. Ketika kita telah berusaha semaksimal mungkin agar Khudhurul Qalbini datang akan tetapi tak kunjung datang maka obatnya adalah dengan memalingkan tujuan yang berhubungan dunia dan menggantinya dengan keinginan untuk shalat semata. Maka dari itu tiada obat yang paling manjur agar dapat Khudhurul qalb kecuali dengan menujukan cita-cita atau keinginan kita hanya kepada shalat. Agar tujuan utama kita hanyamenuju shalat maka hendaklah kita mempunyai dua patokan, pertama adalah hendaklah kita betul-betul beriman dan meyakini bahwa akheratlah yang lebih baik dan lebih abadi. Sedangkan salah satu jalan menujuakherat ini adalah dengan shalat. Kedua adalah hendaklah kita betul-betul tahu bahwa dunia ini hanyalah sementara dan tidak kekal selamanya. Dia hanya bagaikan fata morgana di tengah padang pasir. Jika kedua patokan ini betul-betul kita laksanakan Insya Allah kita akan mendapatkan apa yang dinamakan Khudhurul Qalb dalam shalat. Jika dengan begini hati kita bisa hadir ketika kita menjumpai seorang raja yang tak mampu untuk membuat kita sakit, akan tetapi ketika menjumpai rajanya para raja(shalat) hati kita belum juga hadir maka janganlah menyang bahwa ada sebab lain selain lemahnya iman.

Tafahhum (Pemahaman) sebabnya adalah memusatkan pikiran serta mengarahkan otak untuk menemukan makna dari apa yang dia ucapkan, maka obatnya ada di Khudhurul qalb ditambah dengan meningkatkan pikiran serta berusaha untuk menolak hayalan. Sedangkan obat untuk menolak hayalan yang mengganggu adalah dengan memutuskan segala hal yang menjadikan kita berhayal. Selama sebab timbulnya hayalan belum sirna maka hayalan akan terus datang. Obatnya adalah dengan mengingat suatu yang paling kita cintai yaitu Allah SWT. Karena barang siapa mencintai sesuatu maka akan banyak menyebutnya, dengan mengingat yang kita cintai ini, pasti akan memenuhi hati kita. Sehungga tiada lagi kesempatan bagi yang lainnya untk masuk kehati kita. Maka dari itu kita melihat, orang yang cinta selain Allah SWT shalatnya tidak akan bersih dari hayalan.

Ta'dzim (Mengagungkan) itu adalah suatu keada'an dihati yang dilahirkan oleh dua pengetahuan: pertama: mengetahui keagungan Allah SWT serta kebesaran-Nya, ini merupakan akarnya Iman, karena seorang yang tidak diyakini keagungannya maka orang lain tidak akan tunduk untuk mengagungkannya. Kedua: mengetahui betapa nistanya diri, dan betapa rendahnya diri, serta mengakui bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang diciptakan dan mempunyai Tuhan. Kedua pengetahuan ini digunakan dengan tujuan agar diri seseorang tentram, tidak terpecah dan khusyu' kepada Allah SWT dan dilaksanaan dalambentuk Ta'dzim (Mengagungkan).

Haibah (Takut) dan khauf itu adalah keadaan hati yang lahir dari mengetahui sifat Qadratnya Allah SWT atau kekuasa'an serta kemampuan Allah SWT untuk melaksanakan apa yang Dia inginkan. Dan sesungguhnya Allah SWT jika ingin menghancurkan orang terdahulu serta orang-orang zaman sekarang niscaya tidak akan berkurang kekuasa'an-Nya sekecil apapun. Setiap bertambah pengetahuan seseorang akan kekuasa'an Allah SWT, semakin bertambah pula rasa Takut atau Haibahnya.

Raja' (Berharap), sebabnya adalah mengetahui akan kelembutan dan kemurahan Allah SWT, serta mengetahui akan kebenaran janji-Nya yang berupa sorga dengan mengerjakan perintah shalat, jika seorang berhasil mendapatkan keyakinan tersebut maka pasti rasa Raja' (Berharap) akan timbul dalam dirinya.

Haya' (Malu) didapatkan dengan merasakan adanya kekurangan dalam ibadah kita kepada Allah SWT, serta merasa tidak mampu untuk melaksanakan perintah Allah SWT secara sempurna seperti apa yang Allah SWT inginkan, hal itu dapat diperkuat dengan mengetahui kejelekan dirinya serta kesalahan-kesalahan yang dia lakukan, kurangnya keikhlasan diri, serta mengetahui bahwa Allah SWT Maha Tahu akan apa yang kita bisikkan dalam hati kita dan apa yang kita sembunyikan sekalipun kecil adanya. Pengetahuan-pengetahuan ini jika yakin dihasilkan, maka akan timbul keada'an yang dinamakan Haya' Malu.

Inilah sebab-sebab timbulnya makna-makna tersebut. Setiap orang yang menginginkan makna tersebut maka obatnya adalah dengan mengetahui sebabnya, dengan mengetahui sebabnya dapat diketahui pula obatnya, adapun hubungan antara sebab-sebab ini adalah Iman dan keyakinan yang mantap, dengan kadar keyakinan seseorang itulah kadar kekhusyu'annya.

Obat mujarab menuju kekhusyu'an

Seorang mukmin hendaklah selalu mengagungkan Allah SWT, takut kepada-Nya, mengharap pahala-Nya, takut akan siksa-Nya, serta malu kepada Allah SWT akan kelalaian dan kekurangannya, keada'an ini tidak dapat terlepas dari diri seorang mukmin setelah dia beriman, meskipun kekuatan makna-makna tersebut sesuai dengan kadar keyakinannya. Sedangkan terputusnya makna tersebut dari shalat seseorang hanyalah disebabkan karena terpecahnya pikiran serta terbaginya angan-angan atau hayalan menjadi bermacam-macam, hati yang tidak sadar akan munajatnya kepada Allah SWT, serta melalaikan shalatnya. Tiada hal yang mempermainkan shalat seseorang kecuali hayalan dan pikirannya yang selalu mengusik. Sesuatu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menghilangkan sebab-sebabnya, maka hendaklah anda tahu apa sebab-sebab datangnya pikiran atau hayalan dalam hati kita ketika shalat? Sebab datangnya pikiran dan hayalan bisa dari luar atau dari dalam diri orang itu sendiri -sebab Bathini-.Yang dimaksud dengan sebab luar adalah segala sesuatu yang dapat mengetuk telinga pendengaran, atau dapat terlihat oleh mata. Ha-hal tersebut dapat menimbulkan kegelisahan sehingga menyebabkan pikiran yang bermacam-macam dan selanjutnya akan saling sambung sinambung tiada akhirnya. Maka mata adalah salah satu sebab timbulnya pikiran, kemudian pikiran akan menyebabkan pikiran yang lain dan seterusnya.

Barang siapa kuat niatnya dan tinggi harapannya maka tidak akan termainkan oleh apa yang terjadi didepan panca inderanya. Akan tetapi orang yang lemah akan cepat terpengaruh oleh goda'an dari luar tersebut. Maka obatnya adalah dengan memutuskan sebab-sebab ini. Yaitu dengan menundukkan penglihatan kita, mengerjakan shalat ditempat yang gelap gulita atau sepi, atau tidak meletakkan sesuatu yang mengganggu penglihatan didepann kita, mendekat dengan tembok ketika shalat untuk membatasi pandangannya, menghindari shalat di jalanan, atau ditempat yang berukir-ukiran.

Oleh karena itu Ulama terdahulu ketika mengerjakan shalat mereka mencari tempat yang sempit dan kecil. Orang-orang yang berhati kuat diantara mereka menundukkan pandangan mereka dan tidak melebihi tempat sujud mereka. Ibnu Umar juga tidak membiarkan pedang atau Qur'an yang ada didepannya kecuali dia singkirkan, tidak juga tulisan kecuali kemudian dia hapus.

Adapun sebab-sebab bathiniyah maka ini lebih berbahaya daripada sebab yang datang dari luar. Orang yang terpengaruh oleh kesibukan dunia serta terpengaruh oleh perkaranya tidak dapat dibatasi dengan satu pikiran saja, akan tetapi pikirannya masih beterbangan kesana sini. Sedangkan menundukkan kepala tidaklah berguna lagi. Ini caranya adalah dengan memaksakan diri untuk memahami apa yang dia baca ketika dalam shalat. Dapat juga dibantu dengan mengingat-ingat betapa pentingnya kehidupan akherat, juga betapa babahayanya berdiri didepan Allah SWT ketika bersiap-siap akan berTakbiratul Ihram, karena Dia mengetahui semua yang terlintas dihati kita.

 (( أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلَامٌ فَنَظَرَ إِلَى أَعْلَامِهَا نَظْرَةً فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنِفًا عَنْ صَلَاتِي)) متفق عليه

Sesungguhnya Rasulullah SAW Shalat dengan mememakai khamishah yang berhiaskan garis-garis, kemudian beliau melihat hiasan tersebut sekali saja, ketika selesai dari salatnya Rasulullah SWT bersabda: "Bawalah khamishah ini kepada Abu Jahm, kemudian bawalah padaku Anbijaniyah milik Abu Jahm, sesungguhnya khamishah ini telah membuatku lalai dari shalatku". Maksud dari khamisah disini adalah pakaian berbentuk segiempat yang berhiaskan garis-garis. Sedangkan

Anbijaniyah adalah pakaian berbentuk segi empat akan tetapi tidak ada hiasannya.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ خَاتَمًا فَلَبِسَهُ قَالَ ((شَغَلَنِي هَذَا عَنْكُمْ مُنْذُ الْيَوْمَ إِلَيْهِ نَظْرَةٌ وَإِلَيْكُمْ نَظْرَةٌ ثُمَّ أَلْقَاهُ(( رواه النسائي

Rasulullah SAW mempunyai sebuah cincin sedangkan beliyau berada diatas mimbar, kemudian beliyaupun melempar cincin tersebut sembari berkata: "Cincin ini telah membuatku lalai, sekilas memandangnya, sekilas melihat kalian". HR An-Nasa'i

Penerapan khusyu' dalam shalat

Jika kita ingin menjadi orang yang benar-benar menginginkan sorga, diantara tugas kita adalah tidak melalaikan  peringatan-peringatan yang temasuk syarat dan rukun shalat. Syaratnya shalat seperti Adzan, thaharah, menutup aurat, berdiri tegak, niat, serta menghadap ke arah kiblat. Jika kita mendengar panggilan suara adzan maka anggaplah bahwa itu adalah  keada'an panggilan di hari kiyamat, kemudian badan kitapun bergegas untuk memenuhi panggilan itu. Karena orang yang cepat memenuhi panggilan ini mereka adalah yang dipanggil dengan penuh kelembutan di hari ditampakkannya amal (hari qiyamat), maka tujukanlah hatimu pada panggilan ini, jika kamu menemukan hatimu penuh dengan kegembira'an maka panggilan tersebut akan datang dengan membawa kabar gembira serta kemenangan di hari pembalasan, maka dari itu Rasulullah SAW bersabda: " أرحنا يا بلال " "Hiburlah kami wahai Bilal" maksudnya adalah dengan shalat dan dengan memanggil untuk shalat atau Adzan, karena shalat adalah sebagai mata hati Rasulullah SAW.

Ketika melakukan thaharah (bersuci), kitapun memulainya dengan datang ke tempat wudhu'. Kemudian membersihkan pakaian. Kemudia kita berwudhu dengan membasuh kulit kita. Dalam kegiatan ini hendaklah kita tidak lupa dengan hati kita yang merupakan jiwa kita. sehingga kitapun selalu berusaha untuk membersihkannya dengan memperbaharui taubat dan penyesalan atas perbuatan dosa yang telah kita lakukan, karena hati adalah tempat melihat Allah SWT.

Ketika kita memakai pakaian untuk menutup aurat, ingatlah bahwa itu artinya kita menutupi kejelekanan yang ada di tubuh kita agar tidak terlihat oleh manusia, jika badan kita adalah yang terlihat oleh para makhluk atau manusia sehingga kitapun menutupinya, apalagi aurat yang ada di hati kita, juga rahasia kita yang hanya Allahlah yang tahu? Kemudian kita ingat kekurangan serta kesalahan kita, kemudian kita minta pada diri kita untuk menutupinya, dan kita ingat-ingat lagi bahwa tiada yang bisa tertutup dari pandangan Allah SWT, akan tetapi Allah SWT akan mengampuni kesalahan ini jika kita menyesal, malu dan takut akan siksaan-Nya.

Dengan mengingat hal ini kita dapat mendatangkan perasaan takut dan malu kemudian diri kitapun merasa rendah, sehingga membuat kita berdiri didepan Allah SWT laksana budak yang melarikan diri serta penuh dengan dosa yang telah kembali kepada tuhannya, dalam keadaan menundukkan kepala dengan membawa segudang malu dan rasa takut.

Ketika kita menghadap kiblat, yaitu dengan memalingkan wajah kita dari semua arah kecuali arah Baitullah, apakah kita menyangka bahwa memalingkan hati dari semua hal selain Allah SWT tidaklah perlu? Sungguh kebalikannya, bahkan inilah yang di minta. Perbuatan yang kita lakukan secara lahir merupakan gerakan batin kita serta sebagai pengatur anggota badan kita. Menghadap kiblat adalah sebagai penenang anggota sehingga badan tetap pada satu arah, agar membuat hati kita juga tidak berpaling. Karena anggota badan kita jika tidak diatur, hati kitapun mengarah kemana-mana dan berbalik dari menghadap Allah SWT. Jadi hendaklah kita mengarahkan hati dan anggota badan kita ke satu arah yaitu kiblat.

Ketika kita berdiri I'tidal, ini sebagai gambaran seorang hamba yang berdiri dihadapan Allah SWT dengan hati dan anggota badannnya, hendaklah kepala kita -yang merupakan bagian tubuh yang paling tinggi- tertunduk tersipu, ini merupakan cerminan dari hati kita juga yang hendaknya tertunduk, tawadhu' dan terhindar dari hati yang sombong. Hendaklah sa'at ini kita juga membayangkan bahwa ini adalah keada'an kita nanti ketika di hari pembalasan sa'at amal kita dipertanyakan nanti. Ingatlah bahwa sa'at ini kita sedang menghadap Allah SWT yang Maha Mengetahui semua yang ada dalam hati kita, ini membantu agar anggota badan serta hati kita menjadi khusyu'.

Ketika akan berniat, hendaklah dalam hati kita ingat bahwa shalat ini adalah untuk memenuhi panggilan Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya, juga kita niatkan akan menyempurnakan
shalat tersebut dan menjauhi hal-hal yang membatalkan shalat, dan mengikhlaskan amalan ini hanya untuk Allah SWT  semata; untuk mengharapkan pahala serta takut akan siksa'an-Nya, serta meminta agar didekatkan kepada-Nya. Mengharapkan pemberian-Nya dengan mengizinkan kita untuk bermunajat kepada-Nya meskipun banyak dosa yang telah kita lakukan serta adab kita yang kurang baik. Lihatlah siapa yang engkau munajati? Dengan apa kamu bermunajat? Pada sa'at ini, hendaknya dahi kita berkeringat karena malu sekali kepada Allah SWT.

Ketika takbir, kita mengucapkan lafadz Allaahu Akbar, hendaklah sa'at ini hati kita tidak berbohong. Jika saja dalam hati kita ada sesuatu yang lebih besar dari Allah SWT maka Allah telah menyaksikan bahwa kita telah berbohong, meskipun secara lahir perkata'an ini benar seperti yang dikatakan oleh munafik: "bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW". Jika hawa nafsu kita menang dari pada perintah Allah SWT, maka kita lebih ta'at kepada hawa nafsu dari pada kepada Allah SWT, jadi kita telah menjadikan hawa kita sebagai tuhan, dan kita telah mengagungkannya, maka ditakutkan perkata'an kita: "Allahu Akbar" ini adalah perkata'an dengan lidah saja sedangkan hati kita tidak menghiraukannya, begitu berbahayanya hal ini jika tidak dibantu dengan taubat dan istighfar, serta khusnudzon akan kemurahan Allah SWT dan pengampunan-Nya.

Ketika melakukan do'a Istiftah kalimat pertama yang kita ucapkan adalah "Wajjahtu wajhia lilladzi fatharassamawati wal Ardha" yang dimaksud dengan wajah disini bukanlah muka kita secara lahir, karena kita telah menghadapkan wajah kita ke arah kiblat, akan tetapi sesungguhnya yang kita hadapkan ke arah "Fathirissamawati wal Ardhi" adalah hati kita, maka hendaklah kita melihat apakah hati kita sudah menghadap kepada Dia apa belum? atau menghadap kepada hayalan, pikiran dan keinginan kita di rumah atau di pasar? Apakah mengarah ke syahwat atau mengarah ke "Fathirissamawati wal Ardhi"? hendaknya kita hindari memulai munajat ini dengan kebohongan. Sesungguhnya wajah kita ini tidak akan menghadap hanya kepada Allah SWT kecuali jika kita menghindari menghadap kepada selain Dia, maka kita hendaklah cepat-cepat untuk menghadap kepada-Nya ketika ada pikiran terlintas yang membuat kita menghadap selain Allah SWT, jika kita tidak mampu untuk melakukannya secara terus menerus, alangkah baiknya jika perkata'an kita yang sekarang ini memang benar.

Jika kita mengucapkan: "Khaniifan Muslima" maka hendaklah dalam hati kita terpikir bahwa seorang muslim adalah yang selamat baik lidah atau tangannya, jika tidak demikian maka kita telah berbohong, maka hendaknya kita berusaha untuk memperbaikinya di tempo hari, dan kita sesali apa yang telah kita lakukan.

Jika kita mengucapkan: "Wama ana minal musyrikiin". Maka dalam hati kita mengingat syirik khaffi (syirik tertutup), sesungguhnya firman Allah SWT:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)

Telah turun kepada orang yang menyengaja beribadah karena Allah SWT dan  pujian orang-orang, maka hendaklah kita takut serta berhati-hati dari syirik ini, dan dalam hati kita hendaklah merasa malu karena kita telah mensifati diri kita dengan sebutan "Wama ana minal musyrikiin" bukan termasuk orang musyrik, akan tetapi kita tidak terbebas dari syrik ini karena sedikit atau banyak yang namanya syirik ya tetap syirik.

Jika kita mengucapkan: "Mahyaya wamamati lillah", ketahuilah bahwa sa'at ini adalah keada'an
seorang hamba yang kehilangan dirinya dan berada pada tuhannya, dan sesungguhnya jika saja
kata-kata ini diucapkan oleh orang yang kerela'annya, berdirinya, duduknya, keinginannya untuk hidup, dan rasa takutnya akan kematian adalah untuk urusan dunia maka hal ini tidak sesuai dengan keada'an yang ada.

Jika kita mengucapkan "A'udzu billahi minansyyaithanirrajim" maka ketahuilah? Bahwa syethan
ini adalah musuh kita yang paling kita benci yang selalu mengganggu kita agar hati kita berpaling dari Allah SWT karena kedengkiannya kepada kita atas munajat yang kita lakukan serta sujud kita kepada kepada Allah SWT, padahal dia telah dilaknat karena menolak untuk bersujud kepada Adam satu kali saja, sedangkan perminta'an kita kepada Allah SWT agar dilindungi darinya hendaklah disertai dengan meninggalkan apa yang dia(syetan) sukai dan kita ganti dengan apa yang Allah SWT sukai dan tidak sekedar ucapan saja.

Adapun orang dalam membaca Al-Qur'an ada tiga macam: seorang yang lidahnya bergerak akan tetapi hatinya lalai, orang yang lidahnya bergerak dan hatinya mengikuti lidahnya maka dia mamahami dan mendengar apa yang dia ucapkan seperti dia mendengarnya dari orang lain ini adalah derajat Ash-habulyamin, dan orang yang hatinya mendahului makna yang dia ucapkan kemudian baru lidahnya membantu hatinya kemudian menterjemahkannya, terjemah makna dari baca'an tersebut adalah sbb:

Jika kita mengucapkan "بسم الله الرحمن الرحيم"   maka niatkanlah mencari barakah dalam memulai membaca firman Allah SWT, maka mengertilah bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya. "الحمد لله"  maknanya: bahwa syukur itu hanya kepada Allah SWT, karena semua nikmat adalah dari-Nya. Jika ada seseorang yang menyangka bahwa nikmat yang ada padanya adalah dari selain Allah SWT maka dalam dia mengucapkan basmalah dan hamdalah ini terdapat kekurangan.

Jika kita mengucapkan: " الرحمن الرحيم "  maka dalam hati kita hendaklah ingat macam-macam kelembutan Allah SWT agar jelas rahmat Allah SWT kepada kita, InsyaAllah akan mendatangkan harapan kita. Kemudian kita rasakan dalam hati kita perasa'an takut dan mengagungkan dengan ucapan: "مالك يوم الدين" . kita mengagungkan Allah SWT karena tiada raja kecuali Dia, kita merasa takut dari hari pembalasan dan perhitungan dimana Dialah yang memikinya. Kemudian kita perbaharui rasa ikhlas kita dengan mengucapkan: " إياك نعبد" kemudian perbaharuilah rasa tidak mampu, rasa membutuhkan serta mohon dibebaskan dari kejahatan dengan mengucapkan: وإياك نستعين" kemudian telitilah bahwa keta'atan kita kepada Allah SWT ini tidaklah mudah kecuali dengan pertolongan-Nya dan juga ini adalah anugrah dari-Nya karena telah memberi kita taufik agar berbuat tha'at kepada-Nya serta menjadikan kita sebagai ahli Munajat-Nya, jikalau Dia mengharamkan kita dari taufiq niscaya kita menjadi orang-orang yang tertolak bersama dengan syetan yang terlaknat. Kemudian jika kita telah selesai membaca ta'awudz dan selanjutnya, tentukanlah perminta'an kita kepada Allah SWT dan janganlah kita meminta kecuali sesuatu yang paling penting, kemudian ucapkanlah: " اهدنا الصراط المستقيم"  yang telah membawa kita menuju jalan-Nya. Kemudian tambahkanlah dengan keterangan dengan orang-orang yang telah diberi nikmat berupa hidayah kepada mereka yaitu para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada' dan orang-orang shaleh, bukannya orang-orang yang telah mendapatkan kemurka'an dari-Nya yaitu orang-orang kafir, serta orang-orang yang condong seperti orang yahudi dan nashrani, kemudian mohonlah dikabulkan dengan mengucapkan: "Amin".

Kemudian jika kita membaca surat dari Al-Qur'an hendaklah kita memahami apa yang kita ucapkan, janganlah lalai dari perintah, larangan, janji, ancaman, serta kisah-kisah para nabi, serta mengingat anugrah dan kebaikan-Nya. Setiap sesuatu mempunyai hak, sedangkan harapan merupakan haknya janji, takut merupakan haknya siksa'an, bersungguh-sungguh merupakan haknya perintah danlarangan, mendengarkan merupakan haknya nasehat, bersyukur merupakan haknya menyebut anugrah, mengambil ibrah merupakan haknya mendengar kisah para Nabi.

Adapun ketika kita bersujud dan ruku' maka hendaklah kita memperbaharui mengingat kebesaran Allah SWT, kemudian kita mengangkat tangan kita dengan mengharapkan ampunan Allah SWT dari siksaan-Nya dengan memperbaharui niat kita dalam mengikuti sunat Rasul SAW dalam shalat ini. Kemudian kita ulangi kembali rasa kerendahan dan ketundukan kita dengan ruku'. Kemudian kita berusaha untuk lebih menipiskan hati kita serta memperbaharui khusyu' kita, dan kita merasakan betapa rendahnya diri kita dihadapan-Nya dan betapa tingginya tuhan kita, kemudian kita mulai bangun dari ruku' dengan berharap agar Allah mengasihi kita untuk memperkuat harapan kita dengan mengucapkan: " سمع الله لمن حمده" yakni: menjawab orang-orang yang telah bersyukur. Kemudian kita bersyukur kembali dengan mengucapkan: " ربنا لك   الحمد"   kemudian  kita perbanyak lagi dengan mengucapkan: " ملء السماوات والأرض"  kemudian kita mulai menunduk untuk bersujud yang merupakan derajat ketenangan paling tinggi kemudian kitapun menempatkan anggota yang paling mulia kita yaitu wajah kita pada tempat yang paling rendah yaitu tanah. Jika kita mampu untuk menjadikan antara keduanya batas dengan meletakkannya di atas tanah langsung maka itu lebih bagus, karena itu akan lebih membuat lebih khusyu'.

Ketika kita meletakkan wajah kita ke tempat yang rendah maka ingatlah bahwa kita telah meletakkan sesuatu kepada asalnya karena sesungguhnya kita dari tanah dan kitapun akan kembali menjadi tanah, pada sa'at ini perbaharuilah keagungan Allah SWT kemudian katakan: "  سبحان ربي الأعلى"  kemudian kuatkanlah dengan mengulang-ngulangnya karena satu kali mempunyai pengaruh yang lemah, kemudian kita angkat kepala kita dengan mengucapkan takbir  dan meminta keperluan kita dengan mengucapkan: " رب اغفرلي وارحم وتجاوز عما تعلم "  atau do'a lain yang kita inginkan, kemudian perkuatlah tawadhu' dengan mengulang-ngulangnya, kemudian kembalilah sujud lagi seperti diatas.

Ketika tasyahud maka hendaklah kita duduk dengan penuh adab dan perjelaslah bahwa semua yang kita persembahkan dari berbagai shalawat serta kebaikan adalah hanya kepada Allah SWT dan juga atas kekuasa'an-Nya. Ini adalah makna dari: " التحيات " kemudian hendaklah dalam hati kita mengingat Nabi Muhammad SAW serta akhlaknya yang begitu terpuji, kemudian katakanlah: السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته "  kemudian hendaklah harapan kita membenarkannya bahwa shalawat ini telah sampai kepada beliau dan akan dibalas dengan yang lebih baik. Kemudian kita mengucapkan salam kepada diri kita sendiri beserta semua hamba Allah yang shaleh, kemudian berharaplah agar Allah SWT membalas salam tersebut sejumlah orang-orang shaleh. Kemudian kita bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah Rasulullah, kemudian kita berdo'a di akhir shalat kita dengan do'a yang telah datang dari nabi dengan penuh kekhusyu'an dan kerendahan diri dan benarkanlah harapan kita agar dikabulkan, sertakanlah dalam do'a kita kedua orang tua kita serta orang-orang mukmin lainnya, kemudian berniatlah dalam mengucapkan salam kepada malaikat dan orang-orang yang ada disekitar kita dan kita niatkan salam ini sebagai penutup shalat. Kemudian kita merasa bersyukur atas taufik yang telah Allah SWT berikan kepada kita berupa sempurnanya keta'atan ini. Kemudian kita rasakan dalam hati kita perasaan malu akan kelalaian dan kekurangan kita dalam shalat ini, dan hendaklah kita merasa takut akan tidak diterimanya shalat kita ini, kemudian kita menjadi orang yang dilaknat oleh Allah SWT karena dosa lahir ataupun batin, kemudian shalat kitapun ditolak didepan kita, kemudian hendaklah kita mengharap diterimanya shalat kita karena kemurahan Allah SWT.

Ini adalah penjelasan tentang shalat orang-orang yang khusyu'...!!! orang-orang yang menjaga shalatnya...!!! orang-orang yang selalu mengerjakan shalat...!!! orang-orang yang selalu bermunajat kepada Allah SWT dengan kemampuan yang mereka miliki...!!!
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar